Tuesday 21 June 2016

Jejak Pemuda yang 'Katanya' Dirindukan

           Di tengah keberkahan bulan Ramadhan, sekelompok pemuda tengah berlomba-lomba dalam kebaikan. Menyibukkan diri dengan Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (PKMUNJ) 2016. Rangakaian kegiatan dimulai pada bulan Ramadhan, semoga dilimpahkan keberkahan pada kegiatan itu. Dua hari lalu telah selesai rangkaian PKMU1 yang terlaksana dalam tiga hari di tiga tempat yang berbeda. Nampaknya, panitia PKMUNJ berusaha memperkenalkan kampus-kampus jauh UNJ. Mahasiswa UNJ memang perlu tau bahwa kampus UNJ bukan hanya di Rawamangun saja, tapi juga tersebar di beberapa tempat di Jakarta seperti Kampus E Setiabudi yang dijadikan sebagai homebase Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Kampus D Halimun sebagai homebase Program studi Psikologi yang kini dalam proses atau sudah menjadi fakultas tersendiri, Kampus B Veldrome, tempatnya mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) dan Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam (FMIPA). Meski berbeda kampus namun tetap satu dalam balutan almamater hijau Universitas Negeri Jakarta.
             Setiap pelatihan biasanya di awali dengan materi dan teori, yang nantinya akan diaplikasikan dalam pelatihan yang sebenarnya. Ya, rangkaian PKMU1 ini berisi tiga materi yang dua diantaranya terasa baru untuk saya. 

           
           Rangkaian PKMU1 hari pertama (Jum'at, 17 Juni 2016) terlaksanakan di Aula Kampus E UNJ, Setiabudi, Jakarta. Materi hari pertama tengang "Menejemen Isu dan Opini Publik" yang disampaikan oleh  Bapak M. Tri Andhika Kurniawan. Seorang dosen di Universitas Bakrie dan  Expert Staff Pimpinan DPR-RI untuk bidang Hubungan Internasional dan Politik Indonesia. Materi menejemen isu pernah saya dapatkan pada pelatihan-pelatihan sebelumnya, dan pada materi ini Pak Andhika juga tidak terlalu membahas mengenai menejemn isu tapi beliau lebih mengulik tentang opini publik. Opini publik secara garis besar adalah suatu persepsi yang dipercayai oleh publik. Opini publik sendiri tak jarang ada yang mengarahkan sehingga terbentuklah sebuah opini publik yang bisa menempatkan opini menjadi dasar kebenaran. Seringkali media menjadi salah satu sumber terbentuknya opini publik. Elemen opini publik ada isu, publik, pembedaan posisi publik sebagai pro dan kontra, kemudian muncul opini hingga pelibatan aktor publik. Dengan opini publik ini sangat memungkinkan adanya kepentingan-kepentingan di baliknya. Untuk itu sebuah opini bisa saja menjadikan yang salah menjadi benar dan yang benar menjadi salah. Opini publik ini bersifat hiperealitas yang mudah membaur dalam berbagai lapisan masyarakat sehingga mudah dipercaya sebagai kebenaran yang padahal itu hanya sebuah opini yang diarahkan. Hal tersebut membuat kita sulit membedakan mata fakta dan mana rekayasa, mana fantasi dan mana realita, juga masa lalu dan masa kini.
            
             Materi kedua (Sabtu, 18 Juni 2016) terlaksana di Aula Daksinapati FIP UNJ. Pagi itu udara cukup dingin akibat guyuran hujan semalaman, namun tak menurunkan semangat para pemuda dalam menuntut ilmu melalui PKMUNJ 2016 itu. Materi kedua tentang "Rekayasa Sosial", ini saya baru denger dan baru tau, yang saya tau sebelumnya cuma rekayasa lalu lintas aja hehe. Awalnya melihat Bapak Jonru Ginting sebagai pembicara ekspektasi saya sudah meninggi, mengingat berbagai tulisannya mampu memengaruhi banyak pihak hingga jajaran pemerintahan. Sosok paruhbaya itu tampak ramah dengan seulas senyuman yang lepas dari wajahnya. Pembawaannya cukup asik meski sedikit kaku alaa orang tua, kalau menurut saya. Di awal pembicaraannya beliau mengakui bahwa sempat bingung ketika diminta mengisi materi rekayasa sosial, dan tidak tau apa itu rekayasa sosial. "sebenarnya saya tidak tau apa itu rekayasa sosial, jadi saya cari aja di internet sebagai referensi saya untuk materi ini" akunya, kurang lebih seperti itu. Sehingga materi yang beliau sampaikan tidak secara teoritis membahas arti kata 'rekayasa sosial', beliau menyimpulkan dari berbagai referensi yang dibaca bahwa rekayasa sosial adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengubah sesuatu, bisa menjadi baik atau menjadi buruk. Pak Jonru Ginting lebih membahas tentang bagaimana peran mahasiswa sebagai agen perubahan (Agent of Change). untuk menjadi seorang agen perubahan ada empat aspek yang memengaruhi, Power, Leadership, Mentality dan Morality. Power disini dapat berupa jabatan, uang, pemikiran, keahlian dll yang dapat membantu menguah sesuatu. selain itu leadership atau kepemimpinan juga harus diikutsertakan dalam diri agen perubahan karena perubahan yang dihasilkan tetap harus dikontrol dan dikatrol hingga menghidupkan jiwa-jiwa kepemimpinan yang dimiliki. setelah power dan leadership, tak lengkap bila tak ada Mentality, maksudnya adalah kemampuan dan kekuasaan yang telah dimiliki akan lebih baik jika dilengkapi dengan rasa tanggung jawab dan konsistensi. Kemudian disempurnakan dengan Morality yaitu kemampuan seseorang dalam berhubungan baik dengan orang lain. Pak Jonru juga berpesan bahwa sebuah rekayasa sosial seharusnya meninggalkan kemungkaran. 
   
                 Materi ke tiga (Minggu, 19 Juni 2016) telah dihelat di Gedung FMIPA Kampus B UNJ. Materi ketiga ini benar-benar asing di telinga dan otak saya, "Counter Intelijen". Beberapa kali saya berucap "hah?" ketika Moderator lagi dan lagi menyebutkan judul materi. Hingga berdirilah seorang Bapak yang cukup tegap dengan kemeja putih dan memperkenalkan diri sebagai Bapak Mosses Caisar Assa selaku Staff Ahli Komisi I DPR RI. Sebelum memulai pemaparan materi Bapak Mosses menyuguhkan peserta dengan cuplikan film Pearl Harbour yang menampakkan cara kerja intelijen. Counter intelijen atau kontra intelijen adalah upaya pencegahan agar pihak musuh tidak mendapatkan informasi yang dapat membahayakan keselamatan melalui penerapan siasat dan metode yang bertentang dengan pilihan musuh. Intinya disini adalah mengajarkan kita bagaimana mengantisipasi segala sesuatu. Pembahasan tentang 'intelijen' sangat menarik bagi saya, saat itu pikiran saya melayang tentang film-film hollywood yang menokohkan agen rahasia. "Apa jangan-jangan Bapak ini juga agen rahasia?" selentingan pertanyaan konyol muncul dibenak saya, hehee. Bapak Mosses juga menjelaskan bagaimana pikiran manusia dapat mengolah informasi intelijen. Pertama ada signal atau situasi yang kemudian diseleksi menjadi sebuah data, data tersebut kemudian dimaknai menjadi sebuah informasi, dan informasi yang didapat akan dijustifikasi atau disimpulkan menjadi sebuah pengetahuan. Pengetahuan itulah yang dijadikan dasar untuk mengambil keputusan. Begitupun dengan kode atau sandi-sandi rahasia seperti di film-film. Menarik, sangat menarik sekali pembahasan ini bagi saya. Orang-orang yang bekerja dalam/pada/di intelijen biasanya akan mudah mengetahui hal-hal yang akan terjadi. Bukan karena peramal atau punya indera keenam, tapi karena mereka mampu membaca situasi dahulu dan saat ini untuk memprediksi apa yang akan terjadi ke depannya.

            Mungkin hanya itu sepenggal jejak dari PKMU1 yang dapat saya bagikan. Seperti kata Pak Jonru Ginting, bila belum dapat melakukan hal pasti untuk sebuah perubahan maka mulailah dengan menulis untuk mengabadikan sebuah keadaan.

Nita Anggraeni
Peserta Pelatihan Kepemimpian Mahasiswa
Universitas Negeri Jakarta 2016