Wednesday 14 November 2018

Sekilas tentang Akar, Sahabatku!

Hai, November!
Akhirnya kita dipertemukan kembali, ya. Sudah sangat lama, bukan?
Satu tahun ternyata sudah berlalu. Aku mungkin tak lagi sama seperti tahun lalu, meskipun hari ini aku masih saja mendayu-dayu. Semu yang kau berikan padaku dulu, menjadi pelajaran berharga bagiku agar tak lagi lengah akan waktu.

Bersamamu tahun lalu, aku telah menuangkan rasaku pada prosa-prosa yang ku buat khusus untuknya. Sosok "kamu" yang tentunya kau tahu betul siapa orangnya. Sosok yang tak pernah lagi ku sebutkan namanya, bahkan tak pernah pula ku sapa orangnya. Dia masih sibuk dengan urusannya di negeri yang belum pernah ku jamah itu. Sedang aku, mulai sibuk dengan duniaku yang baru.

Tidak, tidak!
Kali ini aku tidak akan menceritakan sosoknya, lagi. Padamu di penghujung tahun ini, aku ingin bercerita tentang seseorang yang lain. Seseorang yang begitu menggebu kala berkisah tentang negeri ini. Dia adalah sahabatku yang dalam tulisan ini akan ku panggil dengan sebutan "Akar".

                                        (Gambar oleh Google)

Akar adalah seorang lelaki yang mengaku pemalu tetapi berani melabel dirinya sebagai pujangga yang lapuk dimakan usia. Sebenarnya dia masih sangat muda, tapi sepertinya keadaannya kini tak sebaik dulu. Aku melihat sebagian rasa percaya dirinya memudar saat berdialektika. Entah dengan alasan apa, aku tak tahu. Padahal dulu, ia selalu bersemangat kala menuliskan kisah-kisah pilu penuh tragedi. Tak sungkan mengkritik ketika lagi dan lagi penguasa membuat kebijakan yang mengakibatkan rakyat tak bahagia. 

Pada satu waktu, kami bertemu melalui rangkaian kata miliknya. Yang pada kesempatan itu,  aku mengetahui bahwa dia memang tidak sedang baik-baik saja. Jika aku bertemu dengannya, rasanya ingin sekali aku berbicara tentang banyak hal. Namun ada satu hal utama yang ingin aku sampaikan lebih dulu:

 "Wahai kau, Akar, sahabatku. Berceritalah padaku tentang apa-apa yang memang ingin kau luapkan. Jangan memendamnya sendirian karena hal itu hanya akan membuatmu uring-uringan."

Dulu, dia sering kali menghilang tanpa kabar. Namun kembali muncul kemudian. Andai dia tahu bahwa saat itu aku kerap kali mencarinya. Aku mencemaskannya. Bertanya pada beberapa teman hanya untuk memastikan keadannya. Ada alasan-alasan yang membuatku begitu menunggu kehadirannya. Romatismenya dalam bercerita, senyumnya saat berkata, serta emosinya saat berdiskusi tantang Indonesia. 

Akar adalah sosok pemuda yang begitu mencintai negeri ini. Ia bisa marah sejadi-jadinya kala bumi pertiwi dinodai oleh tangan-tangan tak berjiwa. Setahuku, marahnya Akar akan menghasilkan tulisan-tulisan sarkasme yang penuh dengen perasaam membara. Bahagianya pun demikian. Ketika hatinya berbunga-bunga karena Nusantara, ia akan menuangkannya pada prosa dan puisi-puisi romatis khasnya. Sejujurnya, kadang kala logika ku tak sampai untuk memahami maksudnya karena ia terlampau puitis. Meski begitu, aku selalu menyukai dan menunggu luapan emosinya dalam rangakaian kata-kata. 

Wahai November, sampaikanlah pada Akar bahwa masih ada aku yang menunggu rangkaian kata-kata penuh emosi miliknya. Dan aku akan selalu mendukung setiap apa-apa yang ia lakukan, selagi itu adalah baik dan untuk kebaikan ibu pertiwi. 


Depok,
Pertengahan November, 2018