Friday 28 December 2018

Maaf, Karena Harus Melepaskanmu!


Pernahkah kamu merasakan dilema yang teramat? memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi atas pilihanmu?

Bagiku rasanya seperti dihadapkan dengan sekumpulan tanaman puteri malu yang terhampar luas, dan aku harus melaluinya. Ada dua pertimbangan yang aku pikirkan saat itu. Pertama, aku khawatir akan merusak keindahan sang puteri jika aku dengan terpaksa harus menginjaknya. Kedua, aku mengkhawatirkan kakiku yang tak beralas akan tertancap duri-duri pelindung sang puteri. Atau kah, kamu memiliki kekhawatiran  lain? Jika memang iya, ku rasa kekhawatiran itu tak lepas dari perasaan takut menyakiti atau tersakiti, bukan? Karena hal itu lah yang  aku rasakan.

Bukan hal mudah bagiku untuk akhirnya mengambil keputusan. Ya, aku harus melepasmu. Mengikhlaskanmu untuk berproses tanpa aku. Begitu pun aku yang harus menghadapi semuanya tanpamu. Berat memang, tapi menurutku itu adalah pilihan terbaik untuk masing-masing kita. Karena pilihannya adalah bertahan dengan keraguan atau melepaskan dengan ketidaksiapan. Jika ku pilih bertahan, sungguh aku takut. Takut bila ternyata kebahagiaan yang kita ciptakan bersama hanya lah semu yang nantinya berujung sakit.

Seperti katamu waktu itu; "untuk apa memaksakan bahagia jika tujuannya hanya untuk menunda sedih".

Aku memang tak mampu memahami perkataan itu dalam perspektif mu. Aku sempat bertanya-tanya sendiri akan maksud dari untaian kata yang kamu kirimkan itu. Mungkinkah kamu menyalahkan aku atas keputusanku yang akhirnya menyisakan kepedihan? Ataukah kamu memang setuju dengan keputusanku untuk mencegah kesedihan mendalam. Ya, bagiku melepaskanmu adalah bentuk pencegahan. Pencegahan atas kepedihan yang teramat bila suatu hari nanti kita sama-sama mengetahui bahwa kamu dan aku tidak ditakdirkan bersama. Bukankah lebih baik kita tersakiti sekarang daripada di kemudian hari ketika harapan kita semakin menjadi? Kata-katamu itu ku maknai demikian, entah sama dengan pemaknaan mu atau tidak. Aku tak tahu!

                                           (Gambar oleh Google)


Mendewasakan diri memiliki banyak cara, dan caraku adalah dengan mengikhlaskan apa-apa yang memang belum bisa menjadi milikku sepenuhnya.  Kita pernah salah karena mendahului ketentuan-Nya dengan saling mengharapkan atas nama kenyamanan. Namun aku tersadar bahwa kenyamanan yang ada di antara kita tidak seharusnya kita rasakan. Belum waktunya.

Maaf, karena aku harus melepaskanmu. Maaf, bila aku telah menyakitimu. Sejujurnya banyak kata yang ingin aku sampaikan kepadamu, namun sayangnya aku menyerah untuk mengungkapkan. Sepandai-pandainya manusia merancang masa depan, sungguh, rancangan Allah jauh lebih indah. Mungkin ini memang jalan yang telah disuratkan-Nya untuk kita. Kita harus belajar ikhlas dan mulai berlapang dada atas semua ini. Aku melepaskanmu sebagai usahaku untuk memperbaiki diriku. Semoga kamu pun demikian.

Sampai jumpa pada hati yang lebih lapang.

Depok,
Penghujung tahun 2018