Sunday 22 April 2018

Aku yang Telah Kehilanganmu


                                                        (Gambar oleh Google)

Melepaskan ternyata tak semudah perkiraan. Kemarin lalu aku dengan sombongnya mengatakan bahwa aku bisa menghadapi kenyataan. Tapi faktanya, baru hitungan malam saja aku sudah merasakan kehilangan.

Kehilangan sosokmu membuatku hidup uring-uringan. Ada sebuah rasa membuncah yang tak lagi bisa aku luapkan. Seperti ada sesuatu yang hilang hingga menghasilkan sebuah kekosongan. Kekosongan yang sebabnya sudah dapat kupastikan, tentu karena ketidakhadiranmu dalam beberapa episode hidupku belakangan.

Sebelumnya, ku pikir aku akan baik-baik saja tanpamu. Namun kenyataannya tidak begitu. Aku tak kuasa menghilangkan apa-apa yang berhubungan denganmu. Untuk melupakanmu sepertinya aku tak bisa. Karena melupakan artinya harus menghapus episode-episode indah yang pernah membuatku tertawa bahagia. Mungkin baiknya, pilihanku seharusnya adalah tidak melupakanmu.

Seperti katamu hari itu: "jika melupakan adalah kesulitan bagimu, maka biarkan lah ia berjalan apa adanya. Menikmati kesakitan sesekali perlu kita alami, agar nantinya kita bisa mengerti.  Selepas itu, kita pasti menemukan saat di mana kita akan kembali. Entah dengan kita yang tetap sama, atau menjadi kita yang masing-masing. Jalani lah!".

Perkataanmu ada benarnya. Aku tak perlu memaksakan diri untuk lupa. Aku hanya perlu mengesampingkan apa-apa yang mengingatkanku padamu, bukan?

Itu adalah kalimat "hanya" yang sebetulnya rumit. Melakukannya tidak semudah aku berbicara pun merangkai kata. Merencanakan itu mudah dan merealisasikannya adalah sulit. Meskipun demikian, aku harus tetap berusaha, bukan? Aku dan kamu harus melanjutkan episode-episode baru kita yang telah  menjadi masing-masing.  Semogaku adalah yang terbaik untuk kita. Bagaimanapun garis takdirnya, ku harap itu yang sesungguhnya baik.

Sulit!
Definisi kehilangan yang dulu tak pernah sekali pun aku maknai, kini mulai ku mengerti.


Depok,
April 2018