Manusia,
makhluk yang tidak pernah berpuas diri. Ketika Tuhan telah memberikan apa yang
dibutuhkan, manusia berkeras untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Tidak ada
yang salah, dengan itu. Bekerja keras untuk sesuatu yang pantas memang perlu,
namun ketika berlebihan itu akan menjadi bumerang untuk diri sendiri.
Ini bukan hanya
tentang kebutuhan dan keinginan. Tapi, lebih tentang bagaimana kita harus
bersyukur. Kesyukuran, katanya akan meningkatkan keyakinan kita terhadap Sang
Maha Pencipta.
Berandai itu
boleh, bahkan akan lebih baik jika itu diusahakan agar tak hanya sekadar pengandaian
semata. Mengandaikan berbagai hal baik tentunya.
Kalau boleh
berandai. Andai, ini hanya andai, andai saja aku bisa menjadi bunga mawar. Dikagumi
banyak orang karena kecantikannya, karena keharumannya, dan karena makna
filosofinya. Meskipun berduri, namun tetap indah di pandang mata. Banyak orang
rela megeluarkan sejumlah uang hanya untuk membelinya dan memberikannya kepala
orang terkasih. Sebagai penyirat kata sayang, kagum, cinta, terimakasih,
menghormati, bahkan duka cita.
Namun, ketika
sang mawar mulai layu, perlahan dia akan disingkirkan, tidak diindahkan, bahkan
dibuang. Teronggok di lantai, di tanah, di jalan, dan di pembuangan sampah. Sampai
akhirnya terkikis oleh angin hingga menghilang dan menyisakan debu yang tak nampak.
Kalau boleh
berandai. Andai, ini hanya andai, andai saja aku bisa menjadi menjadi matahari.
Bersinar dan menjadi sumber cahaya bagi semua makhluk di bumi, bahkan di alam
semesta. Menjadi energi penghangat saat dingin menyapa.
Namun, ketika
sang surya terlalu bahagia hingga menyinarkan terangnya dengan gembira,
orang-orang mengeluh. Terlalu banyak peluh yang percucur karenanya. Membuat beberapa
muka bumi kekeringan karena endapan air yang menguap saking panasnya. Terlalu terik,
katanya. Dan, saat sang mentari bersedih hati, enggan menampakkan sinarnya. Dia
justru dinantikan karena awan mendung menyembunyikannya. Banyak orang mengeluh.
Kemana sang surya yang biasanya bersinar? Pakaianku jadi tidak kering, udara
jadi terlalu dingin, katanya.
Semua jadi
serba salah.
Kalau boleh
berandai. Andai, ini hanya andai, andai saja aku menjadi malam. Gelap tapi menenangkan. Selalu ditunggu
banyak orang sebagai waktu beristirahat. Merehatkan diri dari aktivitas
seharian tadi, dan waktu menyiapkan tenaga untuk aktivitas esok hari. Saat dimana
orang-orang beriman memanjatkan doa dan memohon ampun, berkeluh kesah bahkan
tak malu untuk menangis. Aku sungguh bahagia dengan saat-saat itu.
Namun, malam
juga digunakan sebagian orang untuk bersenang-senang, berhura-hura bahkan
berbuat dosa. Mereka yang membiarkan organ tubuhnya terjaga sepanjang malam
untuk meyaksikan tontotan yang sudah ditunggu, esoknya akan bangun kesiangan,
atau bahkan kesorean. Siang menyalahkan malam karena itu. Bahkan organ tubuhnya
menyalahkan malam karena mereka tak mendapatkan waktu beristirahat. Gara-gara
semalam, karena malam itu, ungkapnya.
Kalau boleh
berandai. Andai, ini hanya andai, andai saja aku seorang menteri. Memiliki jabatan
dan disebut petinggi. Banyak orang mengenalku, minimal pernah mendengar namaku.
Banyak orang menghormatiku, juga memerhatikanku tanpa celah. Selalu diberikan
tempat khusus dimanapun aku berada. Selalu mendapat senyuman hangat dari
siapapun yang aku sapa, bahkan meskipun aku tak menyapa.
Namun, ketika
sebuah kesalahan kecil saja yang aku hasilkan. Aku langsung digunjing,
dituding, bahkan diguling. Tak ada lagi senyuman hangat, yang ada hanya tatapan
tajam dengan tuntutan perbaikan.
Semua jadi
serba salah.
Semua pengandaian
ini memang terlihat manis di awal, namun akhirnya selalu ada pahit yang
terasa. Begitupun hidup, bila terus mengingikan sesuatu yang tak terjamah, maka
jangan salahkan takdir bila ia membuatmu merjerembab. Jatuh.
Bukan maksud
memintamu untuk tidak pernah berandai. Bukan pula mematikan segala mimpi yang
telah terangcang. Hanya menyadarkan diri sendiri untuk lebih sering bersyukur. Sering
kali ketika obsesi mulai menjerat, aku merasa harus berusaha keras. Namun,
melupakan rasa syukur yang seharusnya menyertai.
Ini hanya untuk
menyadarkan diri sendiri. Tidak ada maksud mencela atau bahkan menjatuhkan. Hanya
ingin mengingatkan jika mensyukuri segala yang aku miliki akan terasa lebih
indah dibandingkan dengan mengejar sesuatu yang belum belum pasti ada, untukku.
Terus mengingatkan, jangan lupa bersyukur agar tak lupa caranya bahagia.
Semua ini hanya andai …