Sore
tadi, di tengah ramainya langkah kaki kesana-kemari dan gemuruh percakapan
disana-sini, kudapati air mata yang menetes melewati pipi kusam itu. Tak terasa,
wajahku telah basah dibuatnya. Beberapa pasang mata menukik jelas ke arahku. Mungkin
bertanya dalam hati, ada apa gerangan?. Akupun tak tau pasti mengapa pelipis mataku tak sanggup lagi membendungnya. Lempengan hitam dengan layar kurang lebih
10 cm sepertinya berandil besar dalam hal itu. Sebuah pesan tersiar dengan
hebohnya tentang sebuah perjuangan yang dibungkam. Tentang sebuah kebenaran
yang sepertinya tak boleh diungkapkan. Tentang keegoisan yang selalu mengekang,
dan tentang ketakukan yang membuatnya terburu-buru mengambil tindakan.
Hatiku
teriris, sakit membacanya. Alangkah mirisnya masalah rumah tangga ini. Ketika salah
satu pihak keluarga tak boleh berpendapat, suara-suara penolakan ditolak balik,
berujung pada dibukakannya pintu yang dulu telah ia bukakan untuk kami. Bila semua
pergi meninggalkan rumah, lantas apa gunanya pemimpin keluarga duduk nyaman di
kursi empuk itu? Hmm… Entahlah.
No comments:
Post a Comment