Wednesday 8 November 2017

Aku Memilih untuk Tidak Melupakan

Saat kamu bertanya tentang pedihnya melupakan, aku jadi termenung. Mengingat setiap perkataanmu dan menganggukkan kepala tanda menyetujui semua asumsimu.

Aku mencoba memahami perasaanmu, karena rasaku pun begitu. Mencoba untuk melupakan sesuatu yang pernah menjadi bagian penting dalam kisah hidup kita, pasti takkan mudah. Karena untuk melupakan kita harus menghapus skenario itu dan mengubah jalan ceritanya. Itu adalah skenario milikmu, kamu bebas membuat jalan ceritanya. Namun kamu harus ingat, semua itu  takkan bisa kamu selesaikan seorang diri. Kamu tentu membutuhkan tangan-tangan lain, kepala-kepala lain, bahkan hati-hati yang lain untuk mengubahnya menjadi sebuah cerita manis sesuai dengan impianmu.



Begitupun dalam hal melupakan. Kecil kemungkinanmu berhasil melupakan bila kamu berjuang sendirian. Untuk melupakan sesuatu yang pernah berarti bagimu itu, kamu membutuhkan tokoh-tokoh lain agar jalan ceritamu tetap semanis keinginanmu. Hal itu pun takkan sebentar. Karena sesuatu yang berharga, besar kemungkinannya untuk tetap bertahan dalam jiwa, meskipun kamu telah sekuat hati berusaha. Semua yang ada di dunia ini, sudah tentu membutuhkan proses. Dan prosesmu adalah setiap kepedihan yang timbul akibat usaha melupakan.

Tapi ...
Bila aku jadi kamu, aku akan memilih untuk tidak melupakan. Karena kenyataannya, aku tidak sekuat kamu. Aku mungkin tak mampu menampung bulir kepedihan apabila aku memaksakan diri untuk lupa. Membiarkan kenangan berterbangan di pikiranku sepertinya adalah pilihan terbaik. Selagi itu masih dalam batas wajar, aku tidak apa. Karena kenangan, sewaktu-waktu pasti akan terkenang sekuat apapun kita menenggelamkannya. Jadi, biarkanlah ia tetap terkenang bersamaan dengan kita yang mencoba memperbaiki hati. Meneruskan kembali skenario yang sudah ada, menjadi sebuah kisah manis yang penuh arti.


                                                                                                            
                                                                                                             Depok, November 2017

1 comment: