Sunday 12 November 2017

Tentang Rindu yang Tak Tertuju

Katanya, di dunia ini setiap orang memiliki tujuh kembaran. Aku setuju dengan itu. Karena dalam satu hari aku bertemu banyak orang dengan wajah yang begitu mirip denganmu. Aku sempat tidak meyakini penglihatanku. Bagaimana bisa orang-orang yang aku temui memiliki wajah yang menyerupai kamu? Iya, itu wajah kamu. 

Aku bahkan sempat mengucek-ngucek kedua mataku saking tak percayanya. 

Pada penglihatan pertama, aku masih mengatakan hal itu adalah wajar. Bukan hal aneh jika seseorang memiliki kemiripan wajah dengan orang lain. Seperti petugas Trans Jakarta rute Pinang Ranti - Pluit yang memiliki wajah mirip denganmu. Hanya saja, dia sedikit lebih tinggi darimu. 

Namun, untuk penglihatanku yang kedua dan berikutnya. Aku mulai khawatir. Apakah ada masalah dengan mataku selain masalah mata minusku ini? Mengapa aku bisa melihat banyak orang yang berwajah kamu?

Seseorang berjaket hitam di halte Dukuh Atas, lelaki yang aku temui di mushola selepas ashar, seseorang yang memegang kamera di depan Museum Fatahilah, pemuda yang tengah tertawa dengan teman-temannya di depanku, Mas-mas petugas bis tingkat, sampai lelaki yang aku temui di masjid istiqlal. Mereka semua begitu mirip denganmu hingga tanpa sadar aku mulai memikirkanmu. Astagfirullah!

Aku tidak mempercayai penglihatanku. Mengapa bisa dalam hitungan jam aku menemukan orang-orang yang memiliki wajah kamu? penglihatanku yang salah, ataukah hatiku yang mulai resah? Entahlah!



Sempat terpikir olehku, mungkinkah ini adalah cara Allah untuk menjawab kerinduanku atasmu?

Rindu? Aku bahkan tak sadar jika kata "rindu" itu terucap oleh lisanku. Benarkah aku merindukanmu? 
Ah, tidak-tidak! Tidak boleh ada rindu di antara kita. Rasanya tidak pantas jika aku menganggap bahwa ini adalah sebuah rindu untukmu, tidak!

Karena rindu sesungguhnya adalah hasrat ingin bertemu. Sedangkan aku tak menginginkan itu. Membiarkan jarak membentang dan menerimanya dengan lapang adalah pilihanku. Tak boleh ada rindu di antara kita. Karena bila ini adalah rindu, maka rindu ini tak akan tertuju. Sebab aku tak menginginkan temu, dan lebih memilih membenamkannya dalam semu.

Rindu tak tertuju. Ia dapat muncul kapan saja tanpa pemberitahuan lebih dulu. Menyembul dalam kalbu hingga otak tak mampu lagi menyangkal meski telah sekuat tenaga berusaha. Namun dalam hal ini, aku masih bersikeras menolak jika aku merindukanmu. Aku tidak akan membiarkan rindu hadir untukmu. Karena aku  tahu, kamu di sana tidak memerlukan itu. Kamu pernah berkata, "Daripada merindu, lebih baik mendoa". Memunculkanmu dalam setiap doaku adalah episode yang tak sekalipun terlewatkan. Berharap kebaikan selalu datang menghampirimu dan semua penantianmu akan segera tertuju.

Depok,
November 2017





No comments:

Post a Comment