Saturday 24 December 2016

Aku (Tak) Kecewa: Prolog




Aku membuat keputusan bukan tanpa pertimbangan. Sudah tentu lebih dari hitungan jari aku bertanya pada hati. Sampai akhirnya keputusan inilah yang bulat aku pilih. Memilih untuk menunggumu disaat kamu juga  menungguku. Aku yang menunggumu hingga kamu siap dan kamu yang menungguku sampai aku menyelesaikan studi sesuai dengan permintaan kedua orang tuaku. 
Pernah kita sama-sama bercerita tentang rencana masa depan berdua. Jika kamu ingat, itu adalah kali terakhir kita bertemu  sebagai sepasang kekasih. Ah, aku benar-benar menyesalinya. Mengapa kita harus membuat ikatan yang tak pasti seperti itu, dulu? Mengapa tak sejak awal kita sadar diri bahwa hal itu adalah salah?
Kenangan dulu biarlah menjadi pengingat bagiku pun bagimu. Pengingat untuk terus memperbaiki diri dan memantaskan diri hingga kita mencapai kata pantas. Setidaknya 75% harus kita capai selagi kita menunggu. Aku meyakinimu seperti aku meyakini bahwa aku akan menaiki TransJakarta setiap pagi. Tidak sepenuhnya pasti. Karena bagiku, kepastian seutuhnya adalah kuasa Allah. Jadilah keyakinanku menunggumu adalah seyakin itu aku padamu. 
  
-Fanisya Anindita, Mahasiswa Pendidikan Matematika semester akhir-

No comments:

Post a Comment