Aku membuat keputusan bukan tanpa
pertimbangan. Sudah tentu lebih dari hitungan jari aku bertanya pada hati.
Sampai akhirnya keputusan inilah yang bulat aku pilih. Memilih untuk menunggumu
disaat kamu juga menungguku. Aku yang
menunggumu hingga kamu siap dan kamu yang menungguku sampai aku menyelesaikan
studi sesuai dengan permintaan kedua orang tuaku.
Pernah kita sama-sama bercerita tentang
rencana masa depan berdua. Jika kamu ingat, itu adalah kali terakhir kita
bertemu sebagai sepasang kekasih.
Ah, aku benar-benar menyesalinya. Mengapa kita harus membuat ikatan yang tak
pasti seperti itu, dulu? Mengapa tak sejak awal kita sadar diri bahwa hal itu
adalah salah?
Kenangan dulu biarlah menjadi pengingat
bagiku pun bagimu. Pengingat untuk terus memperbaiki diri dan memantaskan diri
hingga kita mencapai kata pantas. Setidaknya 75% harus kita capai selagi kita
menunggu. Aku meyakinimu seperti aku meyakini bahwa aku akan menaiki
TransJakarta setiap pagi. Tidak sepenuhnya pasti. Karena bagiku, kepastian
seutuhnya adalah kuasa Allah. Jadilah keyakinanku menunggumu adalah seyakin itu
aku padamu.
-Fanisya Anindita, Mahasiswa Pendidikan Matematika semester
akhir-
No comments:
Post a Comment