Saturday 3 December 2016

Elegi Sang Penunjuk Waktu

Waktu terus berjalan, bersamaan dengan detik jarum jam yang tak pernah bosan berputar. Memulainya pada satu titik lalu kembali pada titik yang sama. Tidak kah ia jengah kembali pada titik itu lagi dan lagi?

Jika jarum jam itu adalah aku, mungkin aku sudah berusaha untuk keluar dari kungkungan kaca yang menjauhkanku dari dunia. Berlari, mencari, berlari, menari, berlari, tak terkendali untuk menemukan titik-titik lain yang belum pernah aku temui. Bukan lagi titik-titik pada jam yang hanya terbatas enam puluh saja. Itu pun bila aku memiliki kekuatan untuk melakukannya. Bila aku mampu untuk menjangkaunnya. Bisa saja aku sudah menyerah lebih dulu ketika tak berhasil mengeluarkan diri dari kungkungan kaca itu.

Bukankah sebuah jarum yang menunjukkan detik pada jam hanya sebuah garis lurus yang kurus? Lebih kurus dari jarum yang menunjukkan menit dan jarum yang menunjukkan jam. Namun, dipaksa bekerja lebih keras dibandingkan kedua jarumnya yang lain. Mungkin ia bukan yang paling kuat, namun ia paling berarti. Bekerja tanpa henti meski tak ada yang peduli.



Menuliskannya seperti mengatakan bahwa tak apa tak bersama asalkan bisa melihatmu bahagia. Klise. Terlalu klise untuk mengatakan itu. Berjuang menahan rasa yang membuncah dalam dada. Kemudian memaksanya untuk tidak meledak dan mengejutkan mereka. Membiarkannya terpenjara dalam sebuah ruang gelap yang memang sudah disiapkan untuk buncahan rasa yang tertanam. Katanya, sediakan ruang untuk kecewa. Maka ruang itu lah yang kini siap untuk digunakan. Ruang untuk kecewa, namun berusaha untuk menggantinya agar tak bernama kecewa. Menggunakan setiap kata lain yang bisa menggantikan kata kecewa. Aku tak kecewa. Hanya sedang mencari kata apa yang tepat menggantikannya.

Melihat senyuman bak rembulan sabit yang melengkung sempurna menghiasi malam, aku merasa sedikit tenang meski berbaur dengan secuil sakit. Mengatakan bahwa aku bahagia saat melihatmu bahagia ternyata tidak lah sulit. Toh, aku hanya perlu mengatakannya, kan?

Ini bukan untukmu, untuknya atau siapapun. Ini hanya ungkapan tentang rasa yang sulit diungkapkan. Sulit diartikan.

No comments:

Post a Comment